Hari Anak Perempuan Sedunia dan Problematika Ketimpangan Akses Pendidikan

 



Hari Anak Perempuan Sedunia dan Problematika Ketimpangan Akses Pendidikan

Hari Anak Perempuan Sedunia yang diperingati setiap tanggal 11 Oktober merupakan momentum global untuk merefleksikan posisi dan peran strategis anak perempuan dalam pembangunan manusia yang berkeadilan gender. Peringatan ini diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai upaya advokasi terhadap hak-hak anak perempuan yang masih menghadapi berbagai bentuk ketidaksetaraan struktural dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan pendidikan.

Secara konseptual, anak perempuan memiliki hak yang sama dengan anak laki-laki untuk memperoleh pendidikan, perlindungan, serta kesempatan dalam berpartisipasi pada proses sosial dan pembangunan. Namun, secara empiris, berbagai studi menunjukkan bahwa ketimpangan akses pendidikan masih menjadi salah satu permasalahan utama yang menghambat pemberdayaan perempuan. Data UNICEF dan UNESCO mengindikasikan bahwa anak perempuan di wilayah pedesaan dan marginal kerap menghadapi hambatan berupa keterbatasan ekonomi, konstruksi budaya patriarkis, serta praktik pernikahan dini yang menyebabkan tingginya angka putus sekolah.

Ketimpangan tersebut memiliki implikasi multidimensional. Secara sosial, anak perempuan yang tidak memperoleh pendidikan layak cenderung mengalami keterbatasan dalam partisipasi publik serta rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan berbasis gender. Secara ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan perempuan berdampak pada minimnya kesempatan kerja dan produktivitas ekonomi keluarga. Sementara secara kultural, ketimpangan pendidikan turut melanggengkan subordinasi perempuan dalam struktur masyarakat.

Peringatan Hari Anak Perempuan Sedunia memiliki signifikansi strategis dalam menegaskan pentingnya pemberdayaan melalui pendidikan yang berperspektif gender dan berkeadilan sosial. Pendidikan berfungsi sebagai instrumen transformatif yang tidak hanya meningkatkan kapasitas intelektual, tetapi juga membentuk kesadaran kritis, otonomi diri, serta kemampuan anak perempuan untuk menolak segala bentuk diskriminasi. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil menjadi krusial untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif, aman, dan responsif terhadap kebutuhan anak perempuan.

Hari Anak Perempuan Sedunia bukan sekadar peringatan simbolik, melainkan ajakan reflektif untuk memperkuat komitmen kolektif dalam mewujudkan kesetaraan gender yang substantif. Upaya ini selaras dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya poin keempat dan kelima, yakni Quality Education dan Gender Equality, yang menegaskan bahwa pemberdayaan perempuan melalui pendidikan merupakan fondasi bagi kemajuan peradaban yang adil, humanis, dan berkelanjutan.

Posting Komentar

0 Komentar